Analisis profil pandai besi di Desa Limbang Jaya I Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir - Indonesia


Potensi pengrajin dari Desa Limbang Jaya bisa dikatakan terbesar di Provinsi Sumatera Selatan. Desa ini juga memiliki pandai besi terbanyak. Desa lain yang lebih sedikit blacksimth adalah Desa Tanjung Pinang (sebagai desa tetangga yang berbatasan langsung dengan Desa Limbang Jaya), Desa Tanjung Laut, dan Desa Merangin. Produksinya, baik perajin songket maupun pandai besi di Limbang Jaya menggunakan bahan baku yang didatangkan dari luar daerah. Bahan baku kerajinan besi berupa besi yang kadar bajanya cukup baik. Material besi tersebut sebagian besar dikirim dari Surabaya. Bahan bakar arang untuk kerajinan ini dikirim dari Jambi. 

Tingkat migrasi penduduk di Desa Limbang Jaya cukup tinggi, khususnya pandai besi. Hal ini dikarenakan potensi alam yang tidak mencukupi dan juga pengrajinnya tidak memanfaatkan potensi daerahnya sendiri. Mereka kebanyakan bermigrasi ke Jambi, sedangkan sebagian kecil bermigrasi ke Sulawesi dan Papua. Mereka membuat dan mengembangkan bisnis sebagai pandai besi. Mereka mengembara bukan untuk membawa keluarga dan beberapa dipindahkan secara permanen ke daerah lain. Meski permanen, mereka sering pulang kampung setidaknya setahun sekali. Istri mereka biasanya berprofesi sebagai pengrajin songket. 

Produk Pandai Besi pengrajin Limbang Jaya dipasarkan ke perkebunan rakyat di Kecamatan Tanjung Batu dan juga keluar daerah yang banyak areal perkebunannya, seperti Kabupaten OKI, MUBA, bahkan ke luar provinsi yaitu Bengkulu dan Jambi. Produk para pengrajinnya cukup bagus untuk kelas pengrajin tradisional di tingkat nasional.



Terdapat sekitar 100 - 150 pandai besi yang sangat produktif di desa tersebut. Pandai besi yang hanya memotong bahan baku besi menjadi ukuran standar, atau pemasok bahan baku, pengumpul atau wadah produk, dan juga pandai besi keliling (tapi tidak permanen artinya tidak membawa keluarga pergi merantau) tidak termasuk sebagai populasi tukang besi yang terampil. 

Pembuatan produk pandai besi melalui beberapa tahapan; yaitu membuat sketsa, penempaan (“memandai”), mempertajam, dan finishing (menghaluskan dan memasang asesoris). Semua pandai besi bisa tampil di setiap panggung. Khusus untuk pembuatan gagang kayu pada pisau biasanya bekerja sama dengan pengrajin kayu dan aksesoris pisau. Harga jual dan keuntungan yang didapat tergantung dari jenis produk yang dibuat. Produk yang dibuat adalah pisau sadap karet, dodos untuk minyak sawit, parang, dan berbagai jenis pisau termasuk pisau dapur. Keekonomian pengrajin pandai besi seiring dengan mahalnya harga karet, karena produk yang mereka hasilkan sebagian besar digunakan oleh petani karet.

Bekerja sebagai pengrajin merupakan pekerjaan utama, karena kondisi alam yang kurang mendukung untuk terciptanya lapangan kerja. Keterampilan menandai besi biasanya didapat secara turun-temurun dari orang tua. Alat yang digunakan masih tradisional berupa kompor arang dan asahan untuk penajam, serta alat semi modern dengan menggunakan listrik berupa blower, mesin gerinda, dan mesin las. 

Menurut Kepala Desa Limbang Jaya yang juga seorang pengusaha pandai besi (ia mempekerjakan beberapa pengrajin dengan mereknya sendiri), produk pandai besi Limbang Jaya memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan pengrajin buatan di Medan. Namun mereka kalah bersaing dengan produk dari luar, khususnya Malaysia. Itu dilihat dari bahan dan teknologi penajaman.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perajin pandai besi di Desa Limbang Jaya I berumur 25-55 tahun, berstatus menikah dengan mayoritas istrinya bekerja sebagai penenun songket. Pengrajin juga sebagian besar berpendidikan rendah, yaitu tingkat dasar dan telah menjalani profesi sebagai pengrajin selama 20-30 tahun. Hasil produksi rata-rata 25 kodi perbulan dengan jam kerja perhari 6-8 jam dan lama kerja 1 kodi produk rata-rata 5-8 jam. Penghasilan bersih bulanan rata-rata pengrajin kurang dari Rp 3.500.000.

Iklan Bawah Artikel