Wujud Kebudayaan Islam di Ogan ilir
Pesantren Nurul Islam
Pesantren Nurul Islam udah didirikan tingkat Tsanawiyah. Berdirinya tingkat Tsanawiyah ini terhitung meraih respon positif dari masyarakat, khususnyamasyarakat Kabupaten Ogan Ilir dan kebanyakan penduduk Sumatera Selatan.Pondok Pesantren Nurul Islam mengalami puncak kejayaan dan populer di Sumatera Selatan sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an. Hal ini dikarenakan pendirinya Al-Mukarom K.H. Anwar bin H. Kumpul mempunyai keahlian pengetahuan di bidang ilmu-ilmu alat sepertiNahwu, Sharaf, Lughot, Bayan, Balaghah, Mantiqdan lain sebagainya. Sehingga Pondok Pesantren Nurul Islam membawa ciri khas tersendiri.Kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren Nurul Islam dilakukan pada pagi, sore, dan malam hari yang dikelompokkan kepada pendidikan resmi dan pendidikan non formal. Pondok Pesantren Nurul Islam meliputi kesibukan kurikuler dan ekstrakurikuler. Kurikuler seperti pengetahuan alat yang terdiri dari: tahlilan, marhaban, khutbah Jum’at. Kursus-kursus: bahasa Arab dan bahasaInggris.
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga merupakan salah satu pesantren yang cukup populer dan tersohor dikalangan penduduk propinsi Sumatera Selatan. Pesantren ini merupakan estafet dari dua madrasahdi desa Sakatiga sebelum saat zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Madrasah Al-Falah dan Al-Shibyan merupakan cikal dapat berdirinya Pondok Pesantren Raudhatul Ulum.42Mudir awal dari Pesantren ini adalah K.H. Abdullah Kenalim (tahun 1950-1984) beliau memimpinpesantren berikut selama 35 tahun.Tahun 1950 atas kesepakatan tokoh-tokoh penduduk Sakatiga Inderalaya, propinsi Sumatera Selatan dibentuklah satu panitia tertentu untuk melanjutkan dan membangkitkan lagi usaha-usaha yang pernah dirintis oleh madrasahAl-Falah dan Al-Shibyan sebelumnya. Tanggal 1 Agustus 1950 panitia berikut menyepakati untuk mendirikan instansi pendidikan resmi yang diberi nama Sekolah Rakyat Islam (SRI), yang didalamnya mencakup Sekolah Menengah Agama Islam (SMAI) atau setara madrasah Tsanawiyah, dari ke dua nama ini (SRI dan SMAI) kemudian disederhanakan lagi jadi sebuah instansi yang bernama: Perguruan Islam Raudhatul Ulum Sakatiga (PIRUS) dan nama ini sekaligus dijadikan nama Yayasan Perguruan Islam Raudhatul Ulum Sakatiga (YAPIRUS) bersama dengan Akte Notaris Aminus Palembang No. 21.A 1966. Dibawah YAPIRUS ini mulai diperjelas status/tingkatan pendidikan yang ada jadi 4 (Empat) jenjang pendidikan formalyaitu: Madrasah Tahdhiriyah (TL), Madrasah Ibtidaiyah (MI).Madrasah Ibtidaiyah adalah madrasah lanjutan dari madrasah Tahdhiriyah. Madrasah ini terus tumbuh dan berkembang sehingga dikenal oleh penduduk sebagai madrasah yangberhasil di dalam membina anak didiknya. Selama mobilisasi jaman pendidikan santri dan santriwati diberikan pelajaran
Ilhamudin, J. Suyuthi Pulungan, Nor Huda114JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020dengan metode yang variatif danberkesinambungan oleh para pendidik, pengasuh dan terhitung para kyai senior. Mereka ditanamkan pembinaan akhlakkarimah, wawasan keislaman dan ilmu-ilmu lazim serta berbagai keterampilan.Pendidikan di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum beri tambahan perhatian yang besar pada pengajaran bahasa Arab dan Inggris secara aktif. Kedua bahasa tersebut, tak sekedar dijadikan bahasa pengantar lebih dari satu besar mata pelajaran, terhitung dijadikan bahasa percakapan harian santri. Bahasa Arab dipandang sangat penting, dikarenakan ia Bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah selainmerupakan bahasa komunikasi dunia Islam, sedang bahasa Inggris dianggap mutlak dikarenakan merupakan bahasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta bahasa komunikasi internasional. Dengan kekuatan berbahasa berikut banyak alumni PPRU yang melanjutkan pendidikannya di luar negeri.
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya
Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah yang bermula dari Madrasah Ibtidaiyah Siyasiyah IslamiahAlamiyah di Sakatiga, sebuah madrasah resmi bersama dengan jaman belajar 8 tahun. Selama 10 tahun madrasah ini lakukan program pendidikannya dibawah rumah penduduk. Jumlah muridnya lebih kurang 100 orang, K.H. Ishak Bahsin sendiri bertindak sebagai pimpinan dan guru, dibantu oleh lebih dari satu orang guru. Pada 10 Juli 1967 resmi berdiri MMA Al-Ittifaqiah di Indralaya, dan mendapat surat izin/persetujuan Inspeksi Pendidikan Agama Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumatera Selatan tanggal 28 Juli 1967 No. 1796/AI/UM/F/1967. Sedang MMA Sakatiga beralih status jadi MAAIN (sekarang MAN Sakatiga) dan MTsAIN (sekarang MTsN Sakatiga).MMA Al-Ittifaqiah Indralaya ini mempunyai dua tingkatan:Tsanawiyah (setara SMP) jaman belajar 4 tahun dan Aliyah (setara SMA) masabelajar 3 tahun. Sejak awal berdiri udah mempunyai 80 orang santri. Tempat belajar pada waktu itu menumpang di gedung Madrasah Ittifaqiah Islamiah (MII) Indralaya yang terletak di dekat masjid Kubro Indralaya. MIIini udah berdiri 1 tahun sebelumnya. MIIsaat itu setingkat Ibtidaiah bersama dengan jaman belajar 4 tahun.Karena setip tahunnya kuantitas santri makin lama bertambah dan kesibukan pendidikan serta lainnya terhitung makin lama banyak, maka pada bulan Juni 1991 Al-Mukarrom K.H. Ahmad Qori Nuri, memanggil pulang anaknyaMudrik Qori yang baru selesai kuliah di Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab untuk menunjang beliau yang kemudian diangkat Yayasan sebagai Wakil Mudir.Atas persetujuan Mudir, maka Wakil Mudir menerapkan 3 siasat perkuatan PPI; membina komunikasi intensif bersama dengan pemerintah, penduduk dan sarana (keterbukaan) berkomitmen memposisikan diri sebagai instansi netral dan mandiri, tidak berpartai dan tidak berafiliasi kepada organisasi tertentu (independen) dan lakukan pembaruan yang gawat bersama dengan selalu berpegang pada kebiasaan pesantren (pembaruan-modernisasi).
Mudir Fadhilatus Syeikh K.H. Ahmad Qori Nuri wafat di dalam usia 85 tahun. Sungguh umat kehilangan sangat besar. Kehilangan teladan mukhlis sejati (amat dikenal bersama dengan keikhlasannya), mujahid besar, insan istiqomah di dalam pedidikan & dakwah, penyabar, dahsyat di dalam perjuangan (4 doktrin beliau: Ikhlas, kerja keras/mujahadah, istiqomah dan sabar). Almarhum sangat pendidik sejati, terima yatim, anak sangat nakal, sangat bodoh dan amatmiskin sebagai santrinya. Selalu berpesan jangan pernah menampik mereka. Jangan pernah memberhentikan santri dikarenakan soal bayaran. Beliau insan pengasih dan baik hati, sering memberi beras dan baju pada santri tidak mampu, gemar bersedekah, acap kali berhutang untuk menunjang orang yang memerlukan. Paling terusik dan sangat peduli terkecuali ada orang memiliki masalah dan udah pasti beliau menyelesaikkannya, meski ia sendiri membawa masalah.Almarhum hidup sederhana, mendahulukan keperluan Allah dan Rasul daripada keperluan pribadi. Mengalihkan pemberian untuk rumahnya yang udah rukuk dan reyot ke pembangunan fasiltas pondok, berbungkuk badan melacak kayu-papan untuk asrama (bantuan H. Dakok, H. Abu Hasan, H. Syamsuddin dan H. Syafei, dll) padahal rumahnya sendiri bocor dan lebih dari satu dindingnya tembus cahaya. Kemana-mana melacak rizki untuk pondok. Kerap benar apa yang jadi hak pribadinya, dipersembahkan untuk pondok, tidak sebaliknya.Pada tahun 1999, PPI memperkuat organisasi bersama dengan membentuk tiga lembaga, yaituLembaga Seni, Olahraga dan Keterampilan (LESGATRAM), Lembaga Bahasa (LEBAH) dan Lembaga Dakwah dan Pengabdian Masyarakat (LEDAPPMAS). Sehingga instansi setara di pondok ini jadi empat, melengkapi Lembaga Tahfidzh, Tilawah dan Ilmu Al-Qur’an (LEMTATIQI) yang berdiri pada tahun 1990.Melihat histori dari Tiga Pesantren di atas yang menerangkan bahwa mempunyai kesibukan yang nyaris sama terlebih di dalam kesibukan non formalanya terkandung kesibukan sepersti tahlilan, berzanji, marhaban. sehingga mmeberikan pengaruhbagi penduduk Ogan Ilir.2.Tradisi Secara awam banyak diungkapkan bahwa kebiasaan sama bermakna bersama dengan budaya. Tradisi dianggap sebagai suatu kebiasaan, maksudnya bahwa segala keputusan dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kandungan unsur-unsur atau nilai-nilai budaya, kebiasaan istiadat, yang berwujud turun temurun merupakan suatu yang udah jadi tradisi, dan penduduk atau sekelompok penduduk secara bersama terlibat di dalam melestarikan ataumelaksanakan suatu kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud. Misalnya kebiasaan sadranan, suranan, sekaten, maupun ruwatan. Sedangkan di dalam hukum Islam kebiasaan diistilahkan bersama dengan kata u’rfyang bermakna kebiasaan istiadat atau kebiasaan.Tradisi merupakan kebiasaan yang diwariskan mencakup berbagai nilai budaya yang meliputi adatistiadat dan kepercayaan. Biasanya suatu kebiasaan dijadikan sebagai
Ilhamudin, J. Suyuthi Pulungan, Nor Huda116JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020perlambang budaya hidup penduduk cocok bersama dengan norma hidup dan kebiasaan yang melekat yang mencakup segala konsepsi proses budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atauperbuatan manusia di dalam kehidupan sosial. Berikut kebiasaan Islam di Ogan Ilir:
Tradisi Khotaman Al-Quran
Padamasa permualaan kehadiran Islam hingga jaman perkembangannya Al-Qurandipelajari melalui para kyaiyang segera mengajar anak-anak di langgar, masjid dan di rumah-rumah. Kegiatan belajar agama di mulai bersama dengan belajar mebaca Al-Quranatau biasa disebut penduduk bersama dengan “mengaji Al-Quran”. Mengaji Al-Quranmencakup pelajaran mengenal huruf, mengeja dan membaca turutan43atau juz amma(nama lain dari juz 30 pada Al-Quran)lalu diteruskan belajar membaca juz satu dan seterusnya hingga tamat. Jika murid udah selesai (tamat) belajar, maka diadakan upacara khataman.Inilah tingkat basic pendidikan agama.44Murid-murid yang belajar berumur enam hingga sepuluh tahun, hingga waktu ini metode pembelarajan ini tetap mampu dijumpai di desa-desa. Di samping kehadiran proses pembelajaran Al-Quranlewat program TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an).Kedua metode pembelajaran Al-Qurandi atas mempunyai ritual khataman pada akhir jaman studinya pada tiap-tiap jenjang, untuk proses TPA lebih dikenal bersama dengan acara wisuda santri. Namun untuk proses belajar “mengaji Al-Quran” atau sorogan (menghadap keguru satu persatu), lebih dikenal bersama dengan sebutan khataman Al-Quran.45Acara khataman Al-Qurandiselenggarakan untuk perorangan atau mampu terhitung dilakukan secara kolektif. Bila dilakukan perorangan kebanyakan dilakukan bersama dengan cara-cara sederhana, kesederhanaan acara berikut mampu diamati bersama dengan tidak melibatkan undangan di luar kelompok pengajian. Murid yang dapat khatam (menamatkan) diharuskan menanggung jamuan makan malam sejumlah murid dan keluarga kyaidengan bentuk hidangan ala orang Arab (satu nampan berisi nasi, lauk dan sayur yang dimakan secara bersama-sama), sehabis acara resmi dilakukan yakni pembacan surat-surat pendek pada juz paling akhir dari ayat-ayat Al-Quranoleh murid yang dikhatam dilanjutkan pemberian nasehat, ucapan selamat dan doa kesusksesan oleh kyai).46Ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas kesungguhan para murid yang disiplin belajar Al-Quran, beri tambahan motifasi bagi para murid-murid lainnya sehingga selalu bersemangat di dalam mempelajari Al-Quran, jamuan makan malam oleh keluarga yang anaknyadikhatam merupakan sedekah sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT dan ungkapan terima kasih kepada kyaiyang udah edukatif anak-anak mereka di dalam bidang agama Islam.
Marhaban Tradisi marhaban
biasanya dilakukan pada momen kelahiran. Marhaban diisi bersama dengan pembacaan berzanji bersama dengan berirama. Yang seterusnya
Sejarah Kebudayaan Islam di Ogan Hilir, 1934-2004JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020117diiringi para bagian pembawa minyak wangi yang disemprotkan/percikkan kepada tiap-tiap peserta ritual, pembawa papan nama bayi, pembawa manisan yang berlabel nama si bayi, pembawa bendera-bendera kecil yang terbuat dari kertas yang berwarna dominan merah putih atau dari duit kertas, pembawa kronologis bungga yang harum dan indah. Yang kesemua kebiasaan itu merupakan simbolisasi dari doa orang tua pada jaman depan anaknya.Ritual ini di dalam masyarakatOgan Ilir dilakukan sebagai lambang rasa syukur kepada Allah SWT yang udah menganugerahkan anak keturunan, impian hati tambatan jiwa, baik laki-laki maupun perempuan. Istilah yang populer di dalam penduduk Sumatera Selatan, terlebih di Ogan Ilir menyebutritual ini bersama dengan marhabahatau nyukur. Terdapat perbedaan pada marhabahdan nyukuryaitu dari segi besar kecil ritual yang diadakan danjumlah undangan. 47Di Ogan Ilir tidak didapati ritual jaman kehamilan seperti di Jawa seperti ritual nuhjuh bulan. Kelahiran adalah isyarat awal dari kehidupan anak manusia. Oleh dikarenakan itu dilakuakanlah ritual marhabahyang secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang bermakna “selamat datang” makna simbolis dari ritual ini adalah sebagai ungkapan selamat singgah kepada bayi yang baru dilahirkan, kebanyakan ritual ini dilakukan kala usia kelahiran bayi lebih dari empat puluh hari atau hingga batas kewajaran usia seorang bayi. Rangkaian kesibukan yang terkandung di dalam ritual “marhaba”sebagai berikut: pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran, pembacaan teks barzanjiatau teks nazomyang merupakan kumpulan cerita keluarga nabi Muhammad dan para sahabatnya di dalam bentuk syair yang berbahasa Arab. Teks syair berikut dilantunkan bersama dengan seni bacaan yang yang banyak ragam dari berbagai lagu, pada lain lagu-lagu yang dikenal oleh penduduk Ogan Ilir di dalam ritual barzanjiatau nazomdan marhabah adalah, hijaz, maya, bayaty, mahur, yaman hijaz, manjaka, husaini, sika, jarka, hirob.48Kemudian sehabis pembacaan teks barzanjiatau nazompara bagian penduduk diminta berdiri dan bayi yang dimarhabakan diarak berkeliling para undangan bersama dengan diiringi lantunan syair marhabadengan nada keras dan diiringi para bagian pembawa minyak wangi yang disemprotkan/percikkan kepada tiap-tiap peserta ritual, pembawa papan nama bayi, pembawa manisan yang berlabel nama sibayi, pembawa bendera-bendera kecil yang terbuat dari kertas yang berwarna dominan merah putih atau dari duit kertas, pembawa kronologis bungga yang harum dan indah. Seluruh kebiasaan berikut merupakan simbolisasi dari doa orang tua pada jaman depan anaknya.Ritual ini, hingga saat ini tetap mampu dijumpai di dalam penduduk Ogan Ilir, bersamaan pertumbuhan faham keagamaan Islam yang semangkin berkembang dan pemurnian ajaran Islam darihal-hal yang berwujud syirik, maka terjadilah pengurangan unsur-unsur lokal yang bertentangan bersama dengan agama Islam seperti ada pembakaran kemenyan atau kayu gaharu yang dinilai bukan bagian dari kebiasaan Islam maka hal itu dihilangkan secara bertahap.49
Ilhamudin, J. Suyuthi Pulungan, Nor Huda118JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020
Perkawinan Ritual
perkawinan di dalam penduduk Ogan Ilir merupakan kebiasaan yang banyak terbujuk oleh nilai-nilai agama Islam, sehingga sejak pernah kebiasaan perkawinan ini udah dimasukkan kedalam Undang-Undang Simbur Cahayayang menyita satu bab tersendiri yang berjudul bab Adat Bujang Gadis dan Kawin,50undang-undang berikut mengaturnya cukup jelas, dan untuk Ogan Ilir ada sedikit perbedaan dan tambahan bersama dengan daerah-daerah pedalaman lainnya pada umumnya.51Secara lazim deskripsi pelaksanaan kebiasaan perkawinan adalah di mulai bersama dengan rasan mudo, bujang dan gadis sepakat untuk membagun rumah tangga. Rasan Mudodiiringi bersama dengan kebiasaan Rasan Tuo.Dalam hal ini orang tua ke dua belah pihak beri tambahan persetujuan dan restu atas perjodohan bujang dan gadis itu bersama dengan harapan sehingga kehidupan rumah tangga mereka berjalan bersama dengan selamat dan langgeng. Persetujuan dan restu ke dua belah pihak ditentukan oleh kronologis tatacara perkawinan kebiasaan Ogan Ilir. Salah satu bentuk kronologis kebiasaan perkawinan sebelum saat dilakukan akad nikah adalah: (1)Mutus Rasan yakni mengambil keputusan persetujuan atau penolakan pada keinginan pihak keluarga laki-laki, dan mengambil keputusan berbagai macam persyaratan kebiasaan perkawinan, terhitung besarnya kuantitas duit jujur(pintaan orang tua mempelai perempuan);(2) Beterangan, yakni menerangkan perihal hari pelaksanaan akad nikah kepada pihak keluarga perempuan, pemangku kebiasaan dan pemerintah setempat serta menyerahkan duit jujur;(3) Mintak Wali,yaitu: menghendaki dan memperjelas siapa yang dapat mewalihi nikah bagi perempuanyang dapat dinikahi. Setelah tahapan demi tahapan barulah diselengggarakan akad nikah yang bersendihkan ijab kabulsebagai syari’at Islam, akad nikah itu dilakukan di hadapan pejabat Kantor Urusan Agama.Upacara pernikahan itu ditambah bersama dengan arak-arakan dan resepsi, sebagai bagian dari upacara kebiasaan dan ajaran Islam untuk mengumumkan pernikahan itu kepada penduduk umum.
Adat perkawinan seperti ini dinamakan pernikahan jujur atauadat terang.52Karena seluruh kronologis kebiasaan perkawinan dilakukan bersama dengan rencana yang udah diketahui dan disetujui oleh orang tua ke dua belah pihak dan pemerintahan setempat.Sedangkan perkawinan yang prosesnya mulanya bujang dan gadis yang dambakan menikah belum mendapat persetujuan dan belum diketahui orang tua ke dua belah pihak, atau sesungguhnya tidak disetujui oleh orang tuanya tapi bujang dan gadis selalu dambakan menikah, cara yang mereka lakukan adalah memintah perlindungana kepada Kepala Desa atau Lurah, kemudian Kepala Desa atau Lurah berikut memberitahukan kepada orang tua ke dua belah pihak, maka pihak keluargamulai mengadakan musyawarah mufakat apakah tekad pernikahan ini dapat terus dilaknakan ataukah membatalkannya. Bila dicapai kesepakatan untuk lakukan pernikahan itu maka dilakukanlah seperti kebiasaan terang, tapi kalau tidak berjalan kesepakatan pada ke dua belah pihak maka pihak yang
Sejarah Kebudayaan Islam di Ogan Hilir, 1934-2004JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020119membatalkan tekad perkawinan itu dikenai denda cocok bersama dengan aturan kebiasaan sebagai tekap malu.53Namun kalau bujang dan gadis selalu dambakan menikah tanpa wali dari nasabiah (keluarga), maka Kepala Desa/Lurah atau Pemangku Adat mengolah perkawinan bujang dan gadis berikut ke Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, cocok bersama dengan pasal 6 ayat (1) dan ayat (6) Undang-undang No. 1 tahun 1974perkawinan seperti ini adalah diistilahkan bersama dengan kawin lari.54Perkawinan seperti ini hanya berlaku di daerah pedalaman Palembang saja di kota Palembang kebiasaan belarianataubenaik-ansebagai proses awal menuju kawin lari,tidak dikenal.
Hal ini sesungguhnya sebuah kebiasaan yang mestinya tidak dilakukan oleh bagian penduduk dikarenakan dianggap tidak saling menghormati, tapi disebabkan oleh kondisi dan kondisi terkadang kebiasaan ini selalu berlaku di dalam penduduk Ogan Ilir bersama dengan alasan :Pertama, ada hambatan persetujuan dari pihak keluarga, atau bujang tidak berani melamar gadis kepada orang tuanya. Kedua,merupakan jalur pintas untuk menjauhkan tahapan-tahapan perkawinanadat terangyang dianggap rumit dan mahal.Masyarakat Ogan Ilir waktu ini tidak sangat lagi mengedepankan kuantitas duit jujurdalam menentukan jodoh dan untuk menjauhkan perbuatan-perbuatan yang asusila serta melanggar ajaran Islam, adat-adat perkawinan yang dianggap mampu memberatkan penduduk mampu ditolerir di dalam pelaksanaanya, warisan kebiasaan bersama dengan duit jujuryang sangat tinggi udah sejak pertengahan abad ke-19 udah mulai di perihal oleh ulama dan mendapat dukungan oleh kolonial Belanda.56Sehingga walau kebiasaan ini tetap dipakai oleh penduduk Ogan Ilir tapi tidak jadi suatu hal aib kalau tidak mengikutinya.3.Masjid di Ogan Ilir Diantara ratusan masjid bersejarah di Indonesia yang ditulis oleh Abdul Baqir Zein di dalam bukunya Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesiaterdapat dua masjid yang berada di dalam lokasi Kabupaten Ogan Ilir,yaitu Masjid Al-Abror yang terletak di desa Kerinjing dan Masjid Al-Falah di Tanjung Batu. Masjid Al-Abror didirikan pada tahun 1826 di lokasi utama di seberang Desa Kerinjing, yang dahulu disebut Desa Silam-Silam. Sedangkan Masjid Al-Falah secara pasti tidak ada seorang pun yang paham kapan masjid ini didirikan karenatidak ada bukti, namum kabar yangberedar di Tanjung Batu bahwa masjid ini dibangun pada jaman KesultananPalembang Darussalam.57Selain dua masjid tersebut, di dalam perkembanganya terkandung lebih dari satu masjid lain yang berada di Ogan Ilir. Masjidtersebut pada lain:
Masjid Jami’ Darussholihin Desa Meranjat
MasjidJami’ Darussholihin berada di Desa Meranjat, Kecamatan Indralaya Selatan Ogan Ilir. Secara pasti tidak diketahui kapan masjid mulai didirikan. Menurut Pak Mansur58seorang sepuh di Desa Meranjat menyebutkan bahwa
Ilhamudin, J. Suyuthi Pulungan, Nor Huda120JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 2020semenjak ia kecil Masjid Jami’ Darussholihin udah berdiri. Akan tetapi, Masjid Jami’ Darussholihin tetap berwujud banguan dari papanatau kayu.Masjid Jami’ Darussholihin di renovasi pada tahun 1973, hingga saat ini Masjid Jami’ Darrussholohin terus mengalami perubahan dari segi bangunan. kekhasan Masjid Jami’ Darussholihin ada pada pelaksanaan ibadah shalat Jum’at. Khatib (pembaca khutbah) sebelum saat menaiki mimbar berada di belakang yang kemudian di kawal oleh seseorang jamaah bersama dengan membawa tongkat. Tongkat melambangkan kebesaran, tak sekedar itu pula sebagai sunnah yang contohkan Rasulullah.59
Masjid Al-Qubro Indralaya
Masjid Al-Qubro Indralaya merupakan masjid pertama di Indralaya, pertama kali dibangun pada tahun 1931. Pada tahun 2012 Masjid Al-Qubro lagi direnovasi bersama dengan jenis bangunan lebih indah dan modern.60Di dekat Masjid Al-Qubro. Masjid Al-Qubro berada di pinggir Sungai Kelekar dan di tengah pemukiman penduduk Indralaya. Di samping Masjid Al-Qubro terkandung makam Sariman Raden Kuning Aria Penangsang (1512-1611 M). Sariman Raden Kuning adalah keturunan dari Raden Fatah Sultan Demak.
Masjid Al-Falah di Muara Penimbung
Masjid Al-Falah terlelat di Desa Muara Penimbung, posisi masjid Al-Falah berada di pinggir sungai. Sungai berikut adalah anak Sungai Ogan yang melintasi Kecamatan Pemulutan, Indralaya dan Indralaya selatan. Penjaga Masjid Al-Falah menyebutkan Masjid berikut udah lama berdiri dapat tapi tidak diketahui secara pasti tahunnya. Masjid Al-Falah mempunyai kesamaan bersama dengan Masjid Jami’ Darussholihin Meranjat, yakni sang Khatib (pembaca khutbah) sebelum saat menaiki mimbar berada di posisi belakang yang kemudian di kawal oleh seseorang jamaah bersama dengan membawa tongkat sebagai lambang kebesaran.
Tidak ada komentar untuk "Wujud Kebudayaan Islam di Ogan ilir"
Posting Komentar