Awal Masuknya Islam Di Ogan Ilir sampai Akhir Kolonialisme Belanda
Awal Masuknya Islam di Ogan Hilir sampai Akhir Kolonialisme BelandaOgan Ilir terdapat didalam lokasi Sumatera Selatan. Secara goegrafis Sumatera Selatan tidak terlepas dari wilayahNusantara sebagai satu kesatuan geografis yang dari era ke era luas wilayahnya senantiasa berbeda-beda. Mulai dari fase awal pertumbuhan Islam di Nusantara daerah Sumatera Selatan bersama dengan pusatnya di Palembang, di mana berdiri kerajaan Sriwijaya yang pada permulaan abad ke-7 M. Palembang memiliki letak strategis sejak era kuno (setidaknyasejak permulaan tarikh Masehi) jadi daerah berkunjung para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik yang dapat pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang dapat melewati jalan barat ke India dan negeri Arab dan juga tetap ke Eropa.14Pada th. 1659, di Palembang juga berdiri sebuah Kesultananyang memiliki corak tersendiri dan tidak serupa bersama dengan Kerajaan Palembang sebelumnya, yaitu KesultananPalembang Darussalam.
Pendiri Kesultananini adalah Sultan Jamaluddin atau dikenal bersama dengan sebutan Sultan Ratu Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayidul Iman, yang pada era akhir hayatnya bergelar Sunan Cinde Walang.15KesultananPalembang Darussalam berdiriselama hampir dua abad, yaitu sejak th. 1659 sampai th. 1825.Abad ke-17 proses Islamisai jadi berkembang, hal ini ditandai bersama dengan munculnya kegiatan keagamaan dan berdirinya masjid sebagai sarana ibadah umat Islam. Realitas historis menyatakan bahwa Islam jadi agama yang dianut oleh penduduk di berbagai daerah pedalaman Sumatera Selatan.16Dari penyebaran Islam di Sumatera Selatan, Islampun menyebar sampai ke Ogan Ilir. Studi Barmawi Umary menyatakan bahwa Tuan Umar Baginda Saleh (1575-1600) adalah salah satu penyebar agama Islam di daerah Uluan Palembang, yaitu di daerah Marga Madang Suku Satu, menetap di Dusun Mendayun.17Dia menempuh perjalanan dari Ogan Komering Ulu, melalui Sungai Komering (Tanjung Lubuk), Sungai Ogan (Tanjung Raja), Talang Balai, Lintang dan akhirnya menetap di Tanjung Atap.18Tuan Umar menyiarkan agama Islam di daerah Tanjung Atap, Ogan Ilir sejak th. 1600 M sampai wafat. Penduduk Ogan Ilir itu masih didalam kondisi primitif dan menganut keyakinan animisme-dinamisme. Perpindahan Tuan Umar punya tujuan untuk Islamisasidaerah dataran Penesak atau Suku Penesak yang saat ini meliputi Kecamatan Tanjung Batu (Marga Tanjung Batu, Marga Burai, Marga Meranjat), daerah Kelekar, daerah Batanghari Kelakar sampai ke Indralaya juga juga daerah dakwahnya, meliputi Ranatau Alai, Lubuk Keliat, Ketiau dan daerah Prabumulih.19Daerah-daerah selanjutnya ia lalui dan kunjungi untuk menyerukan agama Islam. Seiring sementara di daerah dakwahya di Ogan Ilir, ia dikenal bersama dengan nama Sayyid Umar Banginda Sari. Kata “Sari” menyatakan gelar raja20, yaitu gelar Ratu Penembahan.21Sayyid Umar Banginda Sari selain sebagai ulama, beliau pakar didalam politik dan pemerintahan. Beliau juga menerapkan proses keraton atau kerajaan kecil.
Hal selanjutnya dibuktikan ada beberapa pulau atau kampung yang diberi nama yang menyatakan sebagai daerah pemerintahan, layaknya Pulau Punoraja yang bermakna daerah raja, Pulau Mahkamah atau Pulau Kuto yang bermakna daerah pengadilan.22Masih tersimpan peninggalan Sayyid Umar Banginda Sari bersifat tongkat, senjata tombak, keris, dan sorban.Sebagai pembawa Islam pertama di daerah tersebut, Sayyid Umar sendiri sering mendapat perlawanan dari penduduk yang berkeadaan primitif dan penganut paham anismesme-dinamisme. Akan tapi bersama dengan bijaksana,teliti, sabar, ulet, dan bisnis yang tetap menerus, pada akhirnya penduduk di daerah itu, menganut agama Islam dan mendapat kemajuan di bidang kebudayaan.Pada akhir abad ke-16 M, sebagai pembawa, penyebar, dan pejuang Islam, Sayyid Umar Baginda Sari tutupusia dan dimakamkan di sebuah pulau di seberang dusun Tanjung Atap, yang sampai sementara termasyhur bersama dengan sebutan Pulau Keramat Sayyid Umar Banginda Sari.Agar proses Islamisasilebih berkembang luas di daerah itu, ia mengajak beberapa pembantunya: Tuan Raja Setan23, Tuan Teraja Nyawa, Said Makdum, Matato Sungging, Rio Kenten Bakau, Usang Pulau Karam, Kaharudin Usang Lebih Baru Ketiau, dan Usang Dukun.24Proses seterusnya dari keturunan anak perempuannya, dan juga keturunan dari para pembantunya di daerah itu,banyak mengahasilkan sekali alim ulama dan juga berkembang pusat-pusat kajian Islam, layaknya madrasah-madrasah yang timbul dan hidup bersama dengan majunya. Saat ini penduduk Desa Tanjung Atap tiap-tiap tahunnya mengadakan haul fungsi memperingati Sayyid Umar Baginda Sari. Selain itu, pihak dari KesultananPalembang tiap-tiap syawal berziarah ke Makam Sayyid Umar Baginda Sari.25Secara historis dapat dilihat betapa Islam telah jadi agama yang subur di daaerah Ogan Ilir, supaya Ogan Ilir pun sering disebut Kota Santri, karena banyak mencetak para kyai dan ulama di Sumatera Selatan.Dalam sementara yang hampir bersamaan sementara penyebaran Islam oleh Tuan Umar Baginda Saleh (1575-1600), Ogan Ilir, tepatnya Desa Sakatiga, jadi daerah pelarian Pangeran Sido Ing Rajek sementara Belanda menyerang dan membakar Keraton Kuto Gawang pada th. 1659.
Pangeran Sido Ing Rajek ikuti langkah Pangeran Sido Ing Kenayan yang berani melawan Belanda bersama dengan menangkap dua buah kapal Belanda di perairan Sungai Musi. Karena sikap Palembang yang berani melawan Belanda, akhirnya Belanda pun menyerang dan membakar kraton Kuto Gawang. Pangeran Sido Ing Rajek mengundurkan diri ke Indralaya26dan meninggal dunia di sana. Pangeran Sedo Ing Rajek dimakamkan di Desa Sakatiga, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir.Cerita tutur, pangeran Sido Ing Rajek didalam pengungsiannya juga ikut menyebarkan agam Islam di Sakatiga. Sido Ing Rajek juga sebagai ulama besar yang hafiz Al-Quran. Banyak penduduk atau para Kiayi Sakatiga yang dahulunya studi agama Islam kepada Sedo Ing Rajek.27Sido Ing Rajek juga memiliki guru yang bernama Syeh Saidina Ali yang berketurunan Arab. Makam Syeh Saidina Ali bersampingan bersama dengan makan Sido Ing Rajek. Selain itu, selama didalam pengungsiannya Sido Ing Rajek juga senantiasa sesuaikan kiat dan mencari informasi perihal Belanda, tepatnya di Simpang Muara Meranjat.
Dalam penyebaran Islam tentu peran ulama lebih dominan. Pada era keruntuhan KesultananPalembang th. 1828 Mmembawa implikasi kepada pergantian struktur dan kegunaan ulama, yaitu dihapuskanya ulama Kesultananmengiringi dihapuskanya pemerintahan Kesultananoleh pemerintahan kolonial Belanda. Pada era ini ulama terbagi jadi dua macam yaitu ulama independendan ulama penghuluyang berkedudukan didalam proses kekuasaan tradisional. Ulama mandiri menggeluti jalan aqidah dan tasawuf yang pengajawantahannya bersifat al-dakwah wa al-tarbiyah. Sedangkan ulama penghulu bergerak pada jalan ilmu fiqih yang termanifestasikan didalam bentuk al-tasyri’ wa al-qadha, yaitu tata hukum perundang-undangan dan peradilan.29Ulama mandiri disebut sebagai ulama yang banyak berperan di sedang masyarakat. Hal ini juga dikemukakan oleh Ismail yang mengatakan bahwa ketegori ulama yang banyak berperan di sedang penduduk adalah ulama independen. Ulama mandiri tidak diangkat dan tidak terikat oleh struktur Kesultananserta tidak meraih bayaran dari pemerintah sebagaimana ulama Kesultanan Palembang.30Ulama mandiri tidak cuma mengajarkan agama Islam kepada penduduk di Kota Palembang tatapi mereka menyampaikan dakwah ke daerah-daerah (Iliran dan Uluan) bersama dengan memberikan ilmu-ilmu agama Islam terlebih bidang fiqih, tauhid, dan tasawuf.
Di Ogan Ilir (OI) biasanya ulama mandiri laksanakan kegiatan pendidikan di rumah-rumah, langgar dan masjid-masjid, dan juga laksanakan dakwah keliling dari desa ke desa.Secara kualitas pada era awal kolonial Belanda kegiatan pendidikan dan dakwah Islam yang dijalankan para ulama mandiri tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Para ulama tetap laksanakan kegiatan pengajian Al-Qurandan cawisan ilmu-ilmu keagamaan dan juga dakwah keliling. Untuk tingkat pendalaman pendidikan dilanjutkan ke tanah suci Makkah sambil laksanakan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu agama didalam sementara yang tak tertentu. Bila telah selesai pendidikanya, mereka pulang ke tanah air dan mengamalkan ilmunya bersama dengan berdakwah dan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat kelompok-kelompok studi yang belum terlembagakan.Pada awal abad ke-19 ada beberapa ulama besar di Ogan Ilir terlebih di Sakatiga, antara lain:Kyai Bahri bin Bunga, Kyai Harun Sakatiga yang bergelar SayyidinaHarun, KyaiIshak Bahsin yang bergelar al-Amilul Istiqomah(pekerja yang ulet).31Para ulama selanjutnya masih memiliki mata rantai keilmuan bersama dengan Syekh Abdus Shomad al-Falimbani, yang merupakan maha guru ulama Nusantara di Tanah Hijaz.
Para Kyai pedalaman Palembang biasa menyebutal-Falimbani bersama dengan julukan Kyai Somad Palembang.Pada periode 1918-1942 Kyai Ishak Bahsin, jadi laksanakan pengajaran ilmu-ilmu keislaman di tempat tinggal beliau bersama dengan menggunakan kitab-kitab kuning yang beliau pelajari di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir bersama dengan proses tradisional, non klasikal, non madrasah. Periode ini merupakan emberio dari madrasah resmi yang beliau dirikanpada th. 1922.32Pada th. 1925 di Ogan Ilir barulah ditemukan information berdirinya lembaga pendidikan resmi (madrasah), sedangkan pondok pesantren baru dikenal pada th. 1932.33Tahun 1932 berdiri sebuah madrasah Islam yang bernama Madrasah Nurul Islam Sribandung. Madrasah ini adalah lembaga pendidikan Islam yang pertama di Sumatera Selatan yang menganut proses pondok. Pendirinya adalah K.H. Anwar bin Kumpul dan beliau sendiri pada sementara itu jadi Mudir atau pimpinannya sejak berdirinya Madrasah Nurul Islam sampai wafat. Para santri lulusan Pondok Pesantren Nurul Islam (PPNI) banyak yang jadi ulama dan berkiprah di masyarakat. Selain sebagai pimpinan dan ulama yang mengajarkan ilmu di Pesantren, K.H. Anwar bin Kumpul juga aktif berdakwah.Melalui peranpenting umat Islam di atas, Ogan Ilir pun dapat nikmati pertumbuhan Islam. Dalam perkembangannya, Islam di Ogan Ilir banyak diperankan oleh ulama.
Pada era kolonial Belanda peran ulama didalam membina penduduk Muslim Ogan Ilir mendapat tantangan dan tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Akan tetapi, pemerintah kolonial Belanda memberikan kebijakan untuk melibatkan peran ulama birokrat (penghulu)dalam struktur pemerintahan di tingkat marga dan dusun-dusun, yang mengurusi kasus keagamaan Islam, terlebih bidang perkawinan, dan tata keputusan kebiasaan yang tercermin didalam Undang-undang Simbur Cahaya, sementara ulama independen, mengurusi kasus ritual kematian, kegiatan sosial keagaman dan pendidikan Islam. Kebijakan selanjutnya memberikan ruang gerak yang cukup leluasa bagi para ulama didalam pertumbuhan Islam dan melaksanakn kegiatan sosial keagamaan.Berikut ini kegiatan yang dijalankan ulama didalam mendorong pertumbuhan Islam di lokasi Sumatera Selatan, di Kabupaten Ogan Ilir: Pembagunan Tempat Ibadah,lembaga Pendidikan resmi maupun non formal. Lembanga pendidikan resmi seperti: Pondok Pesantren Nurul Islam Sribandung, Madrasah as-Salafiyah Sungai Pinang Kecamatan Tanjung Raja, Madrasah al-Falah Sakatiga, Madrasah Ibtidaiyah al-Islāmiyah as-Siyasiyah, Pondok Pesantren Nurul Yaqin Tanjung Atap.Selain lembaga pendidikan resmi diatas, di Ogan Iir juga terdapat pendidikan non formal.
Pendidikan non resmi adalah kegitan pendidikan yang tidak memiliki bentuk lembaga dan tidak tersistem denga rapi, para ulama Ogan Ilir secara lazim adalah seorang da’i (juru dakwah) yang biasanya disebut penduduk kyai, kegiatan para kyaidalam membina penduduk tidak cuma melalui lembaga pendidikan resmi melainkan pada kegiatan sosial keagamaan. Misalnya kegaiatan cawisanyang merupakan kelompok-kelompok yang dibentuk berdasarkan permohonan mempelajari agama Islam untuk orang-orang dewasa, bersama dengan materi yang khusus yang di sampaikan oleh sorang kyaiyang mahir di bidangnya, misalnya cawisanfiqih (hukum Islam), cawisan “marhaba barzanjidan nazom”, cawisan lazim (persoalan keagamaan secara umum).
Sementara untuk pendidikan agama bagi anak-anak selain di bangku sekolah, para kyaimengajar mengaji Al-Qurandi rumahnya bersama dengan proses sorogan, yaitu bersama dengan langkah menghadap ke kyaisecara perorangan bersama dengan durasi sementara 10 sampai 15 menit. Masa pendidikan tidak khusus tapi tingkatanya ditentukan oleh tingkat kepandaian para murid, supaya terbentuklah dua kelompok.Pertama,kelompok mengaji Juz ‘ammayaitu anak-anak yang belum dapat membaca Al-Qurandan metode yang ditekankan adalah hafalan, biasanya anak yang berumur 5 sampai 10 tahun. Kedua,kelompok mengajiAl-Quranyaitu anak-anak yang sudah sanggup membaca Al-Qurannamun belum prima didalam ilmu membaca tajwid secara baik dan benar.Tugas kyaimengkoreksi bacaan yang dibaca oleh para murid bersama dengan bersama dengan hukum-hukum bacaan Al-Quranyang berdasarkan ilmu tajwid. Apabila pembacaan ayat-ayat sudah capai 30 juz, maka dinyatakan khatam(tamat) dan diadakanlah sebuah ritual khataman Al-Qur’an.35Biasanya jam belajar mengaji di mulai bersama dengan Shalat Maghrib berjamaah sampai shalat Isya’. Pada langkah selanjutnya mereka disarankan mempelajari seni baca Al-Qur’an bagi yang mempunyai keinginan dan mempunyai bakat didalam seni suara, perpaduan pada bakat dan minat akan menghantarkan seseorang menjadi qori’ dan qori’ah yang sukses.
Tidak ada komentar untuk "Awal Masuknya Islam Di Ogan Ilir sampai Akhir Kolonialisme Belanda"
Posting Komentar